Menurut prediksi Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), kondisi ekonomi global diperkirakan akan menghadapi sedikit perlambatan pada tahun 2024 nanti.
Meskipun begitu, risiko hard landing diyakini telah mereda, meskipun masih ada tantangan seperti tingkat utang yang tinggi dan ketidakpastian suku bunga. Untuk memahami lebih lanjut, Anda bisa membaca ulasan berikut ini!
Ekonomi Global 2024 Diproyeksikan Melambat
Menurut laporan terbaru dari OECD, pertumbuhan perekonomian global diproyeksikan akan melambat dari 2,9 persen tahun ini menjadi 2,7 persen pada 2024 nanti. Namun, terdapat optimisme bahwa kondisinya akan kembali meningkat pada 2025, mencapai angka 3,0%.
Di tengah proyeksi tersebut, negara-negara maju yang tergabung dalam 38 negara anggota OECD, khususnya Amerika Serikat, terlihat menuju soft landing dan mampu bertahan lebih baik dari perkiraan.
Meskipun OECD memproyeksikan perlambatan pertumbuhan ekonomi AS dari 2,4 persen tahun ini menjadi 1,5 persen pada tahun depan, Amerika Serikat dinilai masih stabil dibandingkan negara lainnya.
Dampak dan Pengaruh Turunnya Perekonomian Global Tahun 2024
Walau risiko hard landing telah mereda, OECD tetap memberikan peringatan bahwa risiko resesi masih mungkin terjadi. Faktor-faktor seperti kelemahan pasar perumahan, tingginya harga minyak, dan lesunya pinjaman menjadi pemicu potensial. Sebagai gambaran, berikut ini kemungkinan kondisi perekonomian secara umum sebagai dampak dan pengaruh dari turunnya ekonomi global pada 2024 nanti:
1. Perekonomian Tiongkok
Dalam konteks ini, Tiongkok juga diprediksi akan mengalami perlambatan ekonomi, terutama seiring dengan anjloknya industri real estat dan meningkatnya tingkat tabungan di tengah ketidakpastian prospek perekonomian. Ekonomi Tiongkok diperkirakan akan menurun dari 5,2 persen tahun ini menjadi 4,7 persen pada tahun 2024, dengan proyeksi melambat lebih lanjut menjadi 4,2 persen pada tahun 2025.
2. Perekonomian Eropa dan Jepang
Sementara itu di kawasan euro, pertumbuhan yang tercatat sebesar 0,6 persen tahun ini diharapkan akan sedikit meningkat menjadi 0,9 persen pada tahun 2024 dan 1,1 persen pada tahun 2025.
Ini terkait dengan keluarnya Jerman, negara dengan perekonomian terbesar di zona euro, dari risiko resesi tahun ini. Namun, tingginya pembiayaan bank pada zona euro menciptakan ketidakpastian terhadap dampak penuh dari kenaikan suku bunga.
Ini berpotensi membebani pertumbuhan lebih dari yang diperkirakan oleh OECD. Di sisi lain, Jepang sebagai satu-satunya negara maju di dunia yang belum menaikkan suku bunganya, diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang melambat. Yaitu dari 1,7 persen di 2023 diprediksi akan turun menjadi menjadi 1,0 persen pada 2024, sebelum kembali pulih menjadi 1,2 persen.
3. Kondisi Pasar Global
Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan Indonesia menyoroti volatilitas dari sektor keuangan terutama dari negara-negara maju, terutama Amerika Serikat. Lonjakan suku bunga dan dinamika di pasar keuangan Amerika Serikat memiliki dampak signifikan pada pasar global.
Sementara Amerika mengalami pertumbuhan ekonomi yang kuat, terjadi lonjakan suku bunga The Fed yang tinggi. Ini dapat membawa implikasi global seperti penguatan indeks dolar AS, yang pada akhirnya akan mempengaruhi nilai tukar berbagai negara di pasar global.
4. Dampak Perang dan Faktor Lainnya
Perang Rusia-Ukraina, konflik Israel-Hamas, dan gejolak geopolitik lainnya juga memainkan peran kunci dalam dinamika ekonomi internasional. Sebagai contoh, zona euro masih menghadapi dampak perang Rusia-Ukraina dan mengalami tingginya kenaikan inflasi yang mendorong kenaikan suku bunga, sehingga turut mempengaruhi kondisi perekonomian global.
5. Perekonomian Indonesia
Meski perekonomian global masih gonjang-ganjing, Sri Mulyani tetap optimis terkait pertumbuhan Indonesia. Indonesia diperkirakan masih bisa tumbuh 5,0%, bahkan jadi salah satu yang tertinggi di antara negara-negara di ASEAN maupun G20.
Proyeksi ekonomi global tahun 2024 oleh OECD memang memberikan gambaran yang kompleks. Namun secara keseluruhan, Indonesia masih tetap memiliki optimisme di tengah kondisi perekonomian dunia yang tidak pasti.